BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Saturday, July 11, 2009

Hepatitis Akut

Pendahuluan

Jaundis atau ikterus adalah kekuningan warna kulit, membran kojungtiva di sklera dan beberapa cairan mukus badan disebabkan oleh hiperbilirubinemia atau kenaikan kadar bilrubin dalam darah. Selalunya kosentrasi bilirubin darah harus mencapai 1.5 mg/dL atau tiga kali ganda nilai normal yaitu 0.5 mg/dL, untuk berlaku perubahan warna tadi.
Antara tisu badan yang pertama berubah menjadi warna kuning apabila kadar bilirubin darah meningkat adalah kojungtiva mata. Keadaan ini disebut sklera ikterik. Namun, sklera itu sendiri tidak mengalami ikterus tetapi kojungtiva yang melapisinya saja.
Masalah yang menyebabkan kenaikan bilirubin dalam darah dapat dibahagi seperti berikut.



Pre-hepatik : masalah terjadi sebelum memasuki hati. Pre hepatik jaundis bida disebabkan meningkatnya hemolisis darah merah. Sesetengah penyakit genetik seperti sickle cell anemia, defensiensi glucose 6-phosphate dehydrogenase . defek metabolisme bilirubin jga cenderung menimbulkan jaundis.Selalunya jika masalah pre-hepatik, kadar bilirubin total bisa meningkat atau normal sedangkan kadar bilirubin direk dan indirek keduanya meningkat dan tiada bilirubin terdeteksi dalam urin pasien.



Hepatik : disebabkan hepatitis akut, hepatotoksik dan penyakit hati disebabkan alkohol. Dimana sel yang nekrosis menururnkan kebolehan metabolisma dan eksresi bilirubin mendorong kearah penimbunan bilirubin dalam darah. Penyebab lain termasuk siross biliar primer, Sindrom gilbert (masalah genetik dalam metabolisma bilirubin yang menyebabkan jaundis), Sindrom Crigler-Najjar , metastatse karsinoma. Pada hepatik jaundis total bilirubin meningkat, bilirubin direk normal sedangkan bilirubin indirek bisa meningkat atau normal.

Past-hepatik : post hepatik jaundis atau jaundis obstruksi disebabkan oleh hambatan aliran empedu dari kandung empedu. Penyebab yan sering adalah batu empedu di salur empedu atau kanker pankreatik. Penyebab lain termasuk strktur di duktus empedu, atresia saluran empedu, pankreastitis. Terdapatnya feses yang pucat dan urin bewarna gelap mencadangkan obstruksi post hepatik. Pada pasien post hepatik menunjukakn kadar bilirubin total dan bilirubin dire meningkat sedangkan bilirubin indirek normal. Post hepatic jaundis sering disebut kolestasis.

1. Etiologi
Jaundis adalah akibat peningkatan bilirubin dalam darah atau penyakit hati. Penyakit hati ini dapat disebabkan oleh disfungsi hati atau kolestasis.
Meningkatnya pembentukan dan penyakit hepar yang menghalang empedu diambil atau menurunkan konjugasi menyebabkan hiperbilirubinemia bilirubin indirek manakala hambatan pada eksresi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia bilirubin direk .




Konjugasi hiperbilirubinemia merujuk kepada intrahepatik kolestasis dapat disebabkan oleh hepatitis, intoksikasi obat dan penyakit hati disebabkan oleh alkohol. Penyebab lain termasuk sirosis bilier primer, kehamilan kolestasis dan kanker metastase. Manakala ekstrahepatik kolestasis pula disebabkan oleh batu atau kanker pankreas. Sedangkan penyebab jaundis tanpa kolestasis adalah hemolisis sel darah merah yang berlebihan, penyakit genetik seperti Gilbert Sindrom, Sindrom Dubin Johnson. Dimana mengalami masalah metabolism bilirubin di hati berkaitan dengan kekurangan enzim Glukorulonidasetransferase yaitu enzim yang menukarkan bilirubin indirek kepada bilirubin direk.


Kolestasis dapat disebabkan oleh terdapatnya massa di abdomen yang menghalang aliran empedu keluar, kelainan congenital biliari atresia, batu empedu, intrahepatik kolestasis pada waktu kehamilan, sirosis bilier primer, primary sklerosing kolngitis dan beberapa jenis obat.






2. Patofisiologi
Mekanisme untuk terjadinya jaundis tergantung kepada dimana berlakunya masalah atau hambatan. Untuk kasus prehepatik jika disebabkan hemolisis darah yang berlebihan atau pada kasus anemia, sel eritrosit akan banyak dilisis di limpa menyebabkan banyak molekul molekul heme yang terhasil. Molekul heme ini akan ditukarkan kepada biliverdin dan bilirubin indirek seterusnya bilirubin direk. Peningkatan hemolisis menyebabkan peningkatan kadar bilirubin ini. Pada setengah kasus hati tidak sempat menukarkan semua bilrubin indirek kepada yang direk menyebabkan berlakunya penumpukan di pembuluh darah.


Bagi kasus intrahepatik. Lebih berkaitan dengan aktivitas enzim Glukoraniltransferase yang menkonjugasi bilirubin indirek kepada bilirubin direk. Selalunye penyebab di hepatic akan menganggu kerja enzim ini. Contohnya pada hepatitis virus akan menrangsang sel T sitotosik untuk merosakkan hati kerana terdapat virus yang dianggap benda asing melekat di sel hati. Apabila kebanyakan sel hatii rosak menyebabkan enzim ini tidak dapat dihasilkan,maka bilirubin indirek tidak dapat dikonjugasi kepada bilirubin direk menyebabakan penimbunan bilirubin indirek . Begitu juga dengan alkohol dan penyakit hepar yang lain kebanyakan akan menganggu aktivitas enzim tersebut.



Patofisiologi bagi kasus kolestasis adalah apabila terdapat hambatan aliran empedu masuk ke papilla vateri. Hambatan ini dapat disebabkan terdapatnya massa yang menghalang contohnya batu empedu yang terbentuk akibat endapan oleh bahan seperti kolesterol, tumor atau peradangan organ-organ sekitar salur empedu dan duktus empedu yang melebar dan mendorong salur empedu tadi terjepit sehingga empedu tidak dapat dialirkan ke duodenum. Keadaan ini dapat terjadi apabila pasien menghidap panckeatitis, hepatitis atau terdapat tumor dalam salur empedu.


Proses konjugasi bilirubin indirek kepada bilirubin direk terus berlaku tetapi eksresi bilirubin direk menurun disebabkn terdapatnya hambatan atau obstruksi. Pembendungan bilirubin direk ini akibat hambatan kelamaan akan meyebabkan reflux bilirubin direk akan masuk ke se ruang antara sel hepatosis atau ke dalam aliran darah. Kenaikan kadar bilirubin direk dalam darah ini jika melebihi nilai normal akan menyebabkan gejala klinis seperti kekuningan kulit dan sklera mata menjadi kekuningan mula timbul. Gejala klinis ini dikenali sebagai ikterus. Bilirubin direk yang berlebihan dalam darah dieksresikan melalui ginjal,kadar bilirubin direk dalam urin menyebabkan warna gelap pada urin timbul dan kekurangan bilirubin normal di duodenum yang ditukar kepada sternobilirubin menyebabkan feses menjadi warna pucat.


Retensi garam empedu di salur empedu yang menyebabkan terdapat garam empedu yang masuk ke dalam aliran sistemik selalunya akan menimbulkan gejala seperti pruritus kepda penderita kolestasis. Dipercayai pengumpulan garam empedu dalam pembuluh darah menyebabkan terdapat protein dibawah kulit yang merosak menimbulkan kegatalan pada pasien kolestasis ini.



3. Pemeriksaan
3.1.Anamnesis
Pada pasien kolestasis selalunya datang dengan keluhan kulit dan mata kuning akibat kadar bilirubin direk yang meningkat dalam darah. Terdapat keluhan penyerta lain seperti urin bewarna gelap, feses bewarna pucat,nyeri pada ulu hati pada kanan atas abdomen,mual atau muntah. Bias terdapat juga kegatalan atau pruritus. Untuk memudahkan diagnosis dapat ditanyakan riwayat penyakit terdahulu, riwayat penyakit keluarga, keadaan pasien sendiri sama ada peminum alkohol, mengkomsumsi obat tertentu dan sebaginya untuk memudahkan mencari punca ikterus dan kolesatasis yang berlaku pada pasien tersebut.

3.2.Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik juga penting dalam menentukan penyebab ikterus.
Ikterus ringan bisa diketahui dengan melihat warna sklera; menjadi kuning jika jumlah bilirubin dalam darah mencapai 2 – 2,5 mg/dL.
Ikterus sedang tanpa perubahan warna urin merupakan tanda dari unconjugated hyperbilirubinemia, ikterus sedang dengan warna urin yang lebih gelap menunjukkan adanya gangguan pada sistem hepatobilier.
Pertimbangkan penyakit kronik hepar jika adaya tanda hipertensi portal dan portal-systemic encephalopahty.
Pasien dengan hepatomegali dan asites, adanya pelebaran vena jugularis menandakan adanya gagal jantung atau perikarditis.
Bagi pasien yang kakeksia dan terabanya hepar yang keras dan membesar menandakan adanya metastase.

3.3 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pada kasus ikterus yang di sangka akibat kolestasis,bebrapa pemeriksaan laboratorium diperlukan untk mengesahkan diagnose awal. Antaranya


Uji bilirubin direk dan indirek
Untuk menetukan kadar bilirubin dalam darah pasien. Selalunya jika kasus kolestasis bilrubin direk atau B2 akan meningkat lebih berbanding bilirubin indire,B1 akibat masalah eksresi bilirubin direk ke duodenum. Jika nilai bilirubin direk dan dbilirubin indirek selalunya pada pasien maslah hati sperti infeksi hepatitis virus termasuk Hepatitis A, Hepatitis B dan sebagainya.




Alanine transaminase (ALT)
Juga dikenali sebagai Serum Glutamic Pyruvate Transaminase (SGPT) merupakan enzim yang ada dalam sel hati. Apabila berlaku kerusakan sel hati, enzim ini akan keluar lebih dari normal maka kadar enzim ini dalam darah juga meningkat. ALT meningkat pada kasus hepatitis virus, alkoholik hepatitis dan destruksi ahti yang lain.


Aspartate transaminase (AST)
Juga dikenali sebagai Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) sama seperti ALT enzim yang hadir dalam sel hati digunakan untuk mendeteksi kerusakan sel hati tetapi tidak spesifik untuk penyebab kerusakan hati tetapi selalunya disertakan dengan ujian laboratorium lain dapat membantu diagnosis.


Alkaline phosphatase (ALP)
Merupakan enzim yang terdapat di duktus empedu yang terdapat di sel hati. Kadar ALP di plasma akan meningkat apabila terdapat obstruksi garam empedu yang banyak, intrahepatik kolestasis dan penyakit hati infitratif. Jadi pada kasus kolestasis biasnya tes laboratorium menunjukkan peningkatan kadar enzim Alkaline fosfatase.


Gamma glutamyl transpeptidase (GGT)
Lebih sensitif dengan kerusakan hati kolestasis. Juga meningkat pada pemeriksaan laboratorium pada penderita masalah kolestasis.






4. Diagnosa Kerja

Kolestasis disebabkan oleh Hepatitis

Berdasarkan kasus, pemeriksaan laboratorium pasien menunjukkan jumlah SGOT dan SGPT yang sangat meningkat dan jumlah bilirubin direk (conjugated) yang lebih tinggi daripada bilirubin indirek (unconjugated). Hal ini sudah cukup menunjukkan bahawa ikterus yang timbul disebabkan gangguan di post-hepatik, cuma yang tidak diketahui ialah sama intrahepatik ataupun ekstrahepatik.

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya. Kolestasis merupakan kondisi dimana garam empedu tidak dapat disalurkan ke dalam duodenum yang dapat disebabkan masalah obstruksi, sumbatan salaur empedu, masalah penghasilan garam empedu di hati akibat kerosakan sel hati yang dapat berpunca dari alkohol, obatan, peradanag atau infeksi virus. Dalam kasus ini diagnose kerja diambil adalah kolestasis yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis.
Berdasarkan kasus peningkatan kadar bilirubin direk dalam darah melebihi kadar bilirubin indirek apabila sel hati tidak dapat mengeksresi bilirubin direk dari hati ke kandung empedu disebabkan kerosakan sel hati akibat virus hepatitis yang menyerang hati pasien. Nilai enzim hati yaitu SGOT dan SGPT juga meningkat dalam kasus ini. Seperti yang kita tahu enzim hati akan meningkat apabila berlaku destruksi sel hati. Untuk kasus ini sel hati rosak akibat virus hepatitis.




Hepatits
Hepatitis merupakan suatu proses peradangan pada jaringan hati. Peradangan hati dapat disebabkan oleh infeksi berbagai mikroorganisme seperti virus, bakteri, dan protozoa. Namun pada umumnya disebabkan oleh virus (hepatitis virus). Radang hati juga dapat terjadi akibat bahan-bahan kimia yang meracuni hati, obat-obatan, dan alkohol, yang disebut juga dengan hepatitis non-virus. Hepatitis akibat obat-obatan hanya menyerang orang yang sensitif. Pada umumnya hepatitis virus akut mempunyai gejala-gejala sebagai berikut:
Tingkat awal merasa cepat lelah, tidak napsu makan, sakit kepala, pegal-pegal di seluruh badan, lemah, mual, dan kadang disertai muntah, dan selanjutnya demam.
Fase kuning (ikterik) : ditandai dengan urin berwarna kuning kehitaman seperti air teh dan feses berwarna hitam kemerahan. Bagian putih dari bola mata, langit-langit mulut dan kulit menjadi berwarna kekuning-kuningan. Fase ini berlangsung kurang lebih selama 2-3 minggu;
Fase penyembuhan : ditandai dengan berkurangnya gejala dan warna kuning menghilang. Umumnya penyembuhan sempurna memerlukan waktu sekitar 6 bulan.

Tidak semua penderita hepatitis menunjukan gejala seperti di atas, ada juga yang tidak menunjukan warna kuning. Selain melihat gejala klinis diperlukan juga pemeriksaan laboratorium seperti SGOT, SGPT, bilirubin, dan asam empedu.

Hepatitis yang disebabkan oleh infeksi virus menyebabkan sel-sel hati mengalami kerusakan sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Pada umumnya, sel-sel hati dapat tumbuh kembali dengan sisa sedikit kerusakan, tetapi penyembuhannya memerlukan waktu berbulan-bulan dengan diet dan istirahat yang baik.
Hepatitis virus dibagi menjadi 5 berdasarkan jenis virus penyebabnya, yaitu:
· virus hepatitis A (VHA)
· virus hepatitis B (VHB)
· virus hepatitis C (VHC)
· virus hepatitis D (VHD)
· virus hepatitis E (VHE).
Hepatitis virus dapat menjadi kronis dan bisa berlanjut menjadi sirosis hati dan kanker hati.




Hepatitis A
Hepatitis A lebih banyak diderita oleh anak-anak dan orang muda. Disebabkan oleh infeksi virus hepatitis A, pada umumnya menular melalui makanan/minuman yang terkontaminasi oleh feses penderita, bisa juga melalui konsumsi kerang yang terkontaminasi virus. Penyakit ini jarang menjadi kronis. Gejala yang timbul ringan dan tidak selalu timbul fase kuning/ikterik. Langkah pencegahannya, yaitu:
cuci tangan setelah dari toilet, sebelum makan dan sebelum menyiapkan makanan;
disarankan tidak makan dengan menggunakan alat-alat makan secara bergantian atau memakai sikat gigi bersama-sama;
memperhatikan kebersihan lingkungan dan sanitasi;
Imunisasi




Hepatitis B
Hepatitis B merupakan bentuk hepatitis yang lebih serius dibandingkan dengan jenis hepatitis lainnya. Penularannya melalui transfusi darah, penggunaan jarum suntik yang tidak steril, alat tato, hubungan seksual, air liur, feses, juga dapat ditularkan dari ibu kepada bayi yang baru dilahirkannya. Hepatitis virus yang akut dapat sembuh dengan sendirinya, namun sejumlah besar penderita hepatitis B akan menjadi kronis. Semakin muda usis terinfeksi virus hepatitis B semakin besar kemungkinan menjadi kronis. Hepatitis kronis akan meningkatkan risiko terjadinya sirosis dan hepatoma (kanker hati) di kemudian hari. Upaya pencegahan terhadap hepatitis B, antara lain yaitu:
Imunisasi hepatitis B
hindarkan pemakaian jarum suntik bekas, dan peralatan tato yang tidak steril.
Hindarkan pemakaian bersama sikat gigi, pisau cukur dan alat lainnya yang dapat menimbulkan luka.
Penderita hepatitis B dilarang minum alkohol untuk mencegah rangsangan selanjutnya pada hati.




Hepatitis C
Pada hepatitis C sebagian besar penderitanya berlanjut menjadi hepatitis kronis. Seperti halnya hepatitis B kronis, hepatitis C yang kronis juga akan berkembang menjadi sirosis hati dan dapat berpotensi menjadi hepatoma. Sebagian besar penderita hepatitis C tidak menunjukan gejala. Seperti halnya hepatitis B, penularan hepatitis C umumnya terjadi melalui transfusi darah, selain itu mungkin juga melalui hubungan seksual, penggunaan sikat gigi secara bersamaan, dan dari ibu pengidap hepatitis C kepada bayinya.

Hepatitis D
Virus hepatitis D hanya dapat ditemukan pada penderita hepatitis B, karena untuk hidupnya memerlukan virus pembantu yaitu virus hepatitis B. Upaya pencegahan terhadap hepatitis B secara tidak langsung juga mencegah hepatitis D.

Hepatitis E
Tipe penularannya sama dengan virus hepatitis A yaitu melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh feses. Infeksi virus hepatitis E terutama terjadi di daerah yang tingkat kesehatan dan sanitasinya buruk, dan lebih banyak diderita oleh anak-anak dan wanita hamil.







5. Diagnosa Banding
Diagnosa banding untuk kolestasis dibahagi kepada dua yaitu:
Penyebab dari ikterus obstruktif intrahepatik yaitu :
Ikterus obstruktif yang berhubungan dengan penyakit hepatoseluler, seperti Steatohepatitis, hepatitis virus akut A, hepatitis B atau dengan ikterus dan fibrosis, sirosis dekompensata serta hepatitis karena obat.




Penyebab dari ikterus obstruktif ekstrahepatik:
- Batu empedu
- Carsinoma pancreas dan ampula
- Striktur saluran empedu
- Cholangiocarsinoma
- Sklerosing Cholangitis primer atau sekunder




5.1 intrahepatik

Sirosis Bilier Primer
Biasanya gejala sirosis bilier primer dimulai secara bertahap. Pada sekitar 50% penderita, gejala awalnya berupa gatal-gatal dan kadang kelelahan, yang timbul beberapa bulan atau beberapa tahun sebelum gejala lainnya muncul.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan pembesaran hati pada sekitar 50% penderita dan pembesaran limpa pada sekitar 25% penderita. Sekitar 25% penderita memiliki endapan kuning kecil di kulitnya (xantoma) atau pada kelopak matanya (xantelasma). 10% akan berkembang menjadi pigmentasi kulit. Kurang dari 10% penderita mengalami jaundice.
Gejala lainnya berupa pembengkakan ujung jari (clubbing/jari tabuh) dan kelainan pada tulang, saraf dan ginjal. Tinja tampak pucat, berminyak dan berbau busuk. Selanjutnya bisa terjadi semua gejala dan komplikasi dari sirosis.
Setidaknya 30% penderita terdiagnosis sebelum gejalanya timbul karena ditemukannya kelainan pada pemeriksan darah rutin. Antibodi terhadap mitokondria ditemukan dalam darah pada lebih dari 90% penderita. Jika terdapat jaundice atau kelainan pada pemeriksaan hati, dilakukan pemeriksaan kolangiopankreatografi endoskopik retrograd. Foto rontgen dilakukan setelah penyuntikan zat radioopak ke dalam saluran empedu melalui endoskopi. Hal ini akan menunjukkan bahwa tidak terdapat penyumbatan di dalam saluran empedu dan kelainan terletak di hati. Diagnosis diperkuat dengan pemeriksaan mikroskopik dari jaringan hati yang diperoleh melalui biopsi.




5.2. Kolestatik ektrahepatik


Tumor Saluran Empedu
Penyebab
Sebagian besar kanker berasal dari kepala pankreas, yang dilewati oleh saluran empedu. Yang lebih jarang, kanker berasal dari saluran empedu sendiri, yaitu:
pada pertemuan antara saluran empedu dan saluran pankreas
di dalam kandung empedu
di hati.
Yang lebih jarang lagi, saluran empedu tersumbat oleh kanker yang berasal dari bagian tubuh lainnya (kanker metastatik), atau tertekan oleh kelenjar getah bening yang terkena limfoma.
Gejala dari penyumbatan saluran empedu adalah:
jaundice (sakit kuning)
rasa tidak enak di perut
hilangnya nafsu makan
penurunan berat badan
gatal-gatal.
Biasanya tanpa demam dan menggigil. Gejala-gejala tersebut akan memburuk secara bertahap.
Diagnosis kanker sebagai penyebab penyumbatan, ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan USG, CT scan atau kolangiografi langsung. Untuk memperkuat diagnosis, bisa dilakukan biopsi (pengambilan contoh jaringan untuk diperiksa dibawah mikroskop).

Batu Empedu
Batu Empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis.
Batu empedu lebih banyak ditemukan pada wanita dan faktor resikonya adalah:
usia lanjut
kegemukan (obesitas)
diet tinggi lemak
faktor keturunan.




Komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol, sebagian kecil lainnya terbentuk dari garam kalsium. Cairan empedu mengandung sejumlah besar kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan diluar empedu.
Sebagian besar batu empedu terbentuk di dalam kandung empedu dan sebagian besar batu di dalam saluran empedu berasal dari kandung empedu. Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran atau setelah dilakukan pengangkatan kandung empedu. Batu empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis), infeksi pankreas (pankreatitis) atau infeksi hati. Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya.
GejalaSebagian besar batu empedu dalam jangka waktu yang lama tidak menimbulkan gejala, terutama bila batu menetap di kandung empedu. Kadang-kadang batu yang besar secara bertahap akan mengikis dinding kandung empedu dan masuk ke usus halus atau usus besar, dan menyebabkan penyumbatan usus (ileus batu empedu). Yang lebih sering terjadi adalah batu empedu keluar dari kandung empedu dan masuk ke dalam saluran empedu.
Dari saluran empedu, batu empedu bisa masuk ke usus halus atau tetap berada di dalam saluran empedu tanpa menimbulkan gangguan aliran empedu maupun gejala. Jika batu empedu secara tiba-tiba menyumbat saluran empedu, maka penderita akan merasakan nyeri. Nyeri cenderung hilang-timbul dan dikenal sebagai nyeri kolik. Nyeri timbul secara perlahan dan mencapai puncaknya, kemudian berkurang secara bertahap. Nyeri bersifat tajam dan hilang-timbul, bisa berlangsung sampai beberapa jam. Lokasi nyeri berlainan, tetapi paling banyak dirasakan di perut atas sebelah kanan dan bisa menjalar ke bahu kanan.




Penderita seringkali merasakan mual dan muntah. Jika terjadi infeksi bersamaan dengan penyumbatan saluran, maka akan timbul demam, menggigil dan sakit kuning (jaundice). Biasanya penyumbatan bersifat sementara dan jarang terjadi infeksi. Nyeri akibat penyumbatan saluran tidak dapat dibedakan dengan nyeri akibat penyumbatan kandung empedu. Penyumbatan menetap pada duktus sistikus menyebabkan terjadinya peradangan kandung empedu (kolesistitis akut). Batu empedu yang menyumbat duktus pankreatikus menyebabkan terjadinya peradangan pankreas (pankreatitis), nyeri, jaundice dan mungkin juga infeksi. Kadang nyeri yang hilang-timbul kambuh kembali setelah kandung empedu diangkat, nyeri ini mungkin disebabkan oleh adanya batu empedu di dalam saluran empedu utama.
Pemeriksaan terbaik untuk menemukan batu empedu adalah dengan pemeriksaan USG dan kolesistografi. Pada kolesistografi, foto rontgen akan menunjukkan jalur dari zat kontras radioopak yang telah ditelan, diserap di usus, dibuang ke dalam empedu dan disimpan di dalam kandung empedu. Jika kandung empedu tidak berfungsi, zat kontras tidak akan tampak di dalam kandung empedu. Jika kandung empedu berfungsi, maka batas luar dari kandung empedu akan tampak pada foto rontgen.
Diagnosis batu di dalam saluran empedu ditegakkan berdasarkan adanya nyeri perut, jaundice, menggigil dan demam. Hasil pemeriksaan darah biasanya menunjukkan pola fungsi hati yang abnormal, yang menunjukkan adanya penyumbatan saluran empedu. Beberapa pemeriksaan lainnya yang bisa memberikan informasi tambahan untuk membuat diagnosis yang pasti adalah:
USG
CT scan
berbagai teknik foto rontgen yang menggunakan zat kontras radioopak untuk menggambarkan saluran empedu.




Batu Kandung Empedu
Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi).
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut. Jenis pembedahan ini memiliki keuntungan sebagai berikut:
mengurangi rasa tidak nyaman pasca pembedahan
memperpendek masa perawatan di rumah sakit.
Teknik lainnya untuk menghilangkan batu kandung empedu adalah:
pelarutan dengan metil-butil-eter
pemecahan dengan gelombang suara (litotripsi)
pelarutan dengan terapi asam empedu menahun (asam kenodiol dan asam ursodeoksikolik).



Batu Saluran Empedu
Batu saluran empedu bisa menyebabkan masalah yang serius, karena itu harus dikeluarkan baik melalui pembedahan perut maupun melalui suatu prosedur yang disebut endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP).
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter Oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus.
ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut.




Komplikasi yang mungkin segera terjadi adalah:
perdarahan
peradangan pankreas (pankreatitis)
perforasi atau infeksi saluran empedu.
Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu empedu muncul lagi. Batu kandung empedu tidak dapat diangkat melalui prosedur ERCP. ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat.







6. Pengobatan
6.1.Medika Mentosa
Pengobatan kolestasis sangat tergantung penyebabnya. Jika sumbatan berlaku di luar hati pembedahan dan terapi endoskopi boleh dilakukan. Namun jika maslah di hati haus mengatasi punca msalah di hati.
Untuk kasus hepatitis virus, harus diberikan anti hepatitis seperti berikut:
1. Interferon Alfa
- Memperlihatkan eefek antiviral, imunodilasi dan anti profelirasi.
- Diberikan secara suntikan subkutan atau intramuscular terutama untuk hepatitis B dan C.
- Mempunyai efek samping seperti sindroma flu temasuk sakit kepala, demam,malgia dan malaise.




2. Lamivudin
- Analog sitosin
- Menghambat HBV DNA polymerase
- Efek samping sakit kepala dan dizziness.

3. Ribavirin
- Analog guanosisn
- Aktivitas meningkat bila diberi bersama makanan tinggi lemak.
- Efek samping depresi, lelah, irritable, rash, batuk dan insomnia.

Obatan untuk menghilangkan gejala juga diberi sementara menunggu diagnosa pasti. Antaranya:
- Untuk kasus batu empedu diberikan obat peluruh batu seperti Asam Ursodeoxykolat
- Bagi pasien yang mengalami kesakitan dapat diberi obat analgetik derivat opiod seperti meperidin
- Antibiotik seperti rifampisisn juga digalakan untuk mengelakkan berlaku sepsis atau infeksi lain
- Jika pasien mengalami pruritus dapat diberikan obat kolesiteramin untuk menghilangkan gatal-gatal..

6.2.Non medika mentosa
Pengobatan secara non farmako termasuk pencegahan tehadap punca berlaku kolestasis. Untuk kasus hepatitis,elakkan kontak dengan penderita hepatitis,mengambil vaksinasi seperti yang disyaratkan.
Jika disebabkan oleh batu empedu,kurangkan kosumsi kolesterol karena batu banyak terbentuk dari penumpukan kolesterol.


7. Komplikasi
Dapat terjadi komplikasi ringan, misalnya kolestasis berkepanjangan, relapsing hepatitis, atau hepatitis kronis persisten dengan gejala asimtomatik dan AST fluktuatif. Komplikasi berat yang dapat terjadi adalah hepatitis kronis aktif, sironis hati, hepatitis fulminan atau karsinoma hepatoselular. Selain itu, dapat pula terjadi anemia aplatik, glomerulonefritis, mecrotizing vasculitis, atau mixed cryoglobulinemia.


8. Prognosis
Biasanya prognosis kolestasis bergantung terapi dan kondisi pasien. Jika dilakukan terapi menyeluruh menghilangkan penyebab maka prognosis menjadi baik. Dengan berkembangnya alternatif pengobatan maka diharapkan prognosis hepatitis menjadi lebih baik. Hepatitis A biasanya mempunyai prognosis baik kecuali yang fulminan, sedangkan hepatitis B prognosisnya semakin buruk bila infeksi terjadi semakin dini.